Naskah Drama Persahabatan, 5 Orang

Naskah Drama Persahabatan, 5 Orang
Pemain:
rajinitupangkalpandai.blogspot.com

  1. Sindy
  2. Danang
  3. Maretta
  4. Irvan
  5. Bu guru
Dialog Drama

 "Bekal" Sebuah persahabatan

Pagi ini merupakan pagi yang sangat cerah. Sindy dan Danang, dua orang siswa kelas VIII sedang asyik membaca-baca buku Geografi diperpus sekolah. Pasalnya nanti siang akan ada ulangan harian mata pelajaran tersebut. Kemudian datang Maretta, sahabat mereka.

Maretta : “Sin, Nang, rajin sekali kalian berdua!”

Sindy : “Iya dong, tugas kita sebagai pelajar kan memang harus belajar. Hehehe…”

Maretta: “Iya juga sih. Eh ngomong-ngomong kalian tahu tidak, ada murid baru yang akan masuk ke kelas kita hari ini.”

Danang : “Oh ya, siapa namanya? Lelaki atau perempuan?”

Maretta : “Lelaki, tapi aku juga belum tahu siapa namanya dan seperti apa rupanya.”

[Bel sekolah berbunyi]

SIndy : “Eh ayo masuk kelas!”

[Ketiganya memasuki ruang kelas. Bu Guru masuk bersama seorang murid baru.]

Bu Guru: “Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru dari Surakarta, ia akan menjadi teman sekelas kalian. Silakan perkenalkan dirimu, nak!”
Irvan

Irvan: “Selamat pagi, teman-teman. Nama saya Muhammad Irvan. Saya berasal dari Surakarta.”

Sindy [berbisik pada Maretta]: “Jauh sekali ya, dari Surakarta  pindah ke Purwodadi!”
[Maretta hanya mengangguk tanda setuju]

Bu Guru: “Irvan, kamu duduk di belakang Danang ya [menunjuk sebuah meja kosong]. Untuk sementara kamu duduk sendiri dahulu karena jumlah siswa di kelas ini ganjil.”

[Irvan segera duduk di kursi yang disediakan]

Bu Guru: “Ya baiklah, sekarang kita mulai pelajaran hari ini. Buka buku kalian di halaman 50….”

[Pelajaran pun dimulai]

Tiba saatnya jam istirahat. Irvan, yang belum memiliki teman, diam saja duduk di kursinya sambil menunduk. Rupanya belum ada yang mau mendekati Irvan. Semua siswa di kelas itu masih sungkan dan hanya mau tersenyum saja padanya tanpa berani mengajak ngobrol lebih lanjut.

Danang :“Psst, Sin, Ta, coba lihat anak baru itu, sendirian saja ya!” [berbisik pada Sindy dan Maretta saat mereka baru kembali dari kantin]

Sindy : “Ayo kita dekati saja.” [Ketiganya menghampiri Irvan]

Maretta: “Hei, Irvan. Kenalkan, aku Maretta, ini Sindy dan  Danang [menunjuk kedua temannya].”

[Ketiganya duduk di sekeliling Irvan]

Irvan: “Hai, salam kenal.”

Danang : “Kamu kok tidak jajan ke kantin?”

Irvan: “Aku… Aku bawa bekal makanan [pelan sekali, sambil tertunduk].”

Sindy : “Oh begitu, rajin sekali kamu, Van!

[Keempat siswa ini mulai terlibat obrolan ringan sehingga Irvan merasa ditemani]

Saat jam pulang sekolah, Bu Guru memanggil  Maretta dan Danang yang hendak pulang ke rumah.

Bu Guru: “Maretta , Danang ! Ke sini sebentar. Ibu mau menanyakan sesuatu.”

[Maretta dan Danang menghampiri Bu Guru]

Danang “Ada apa, Bu?”

Bu Guru: “Itu, bagaimana perilaku Irvan di kelas? Apakah ia bisa membaur?”

Danang : “Dia agak pendiam, Bu. Dan suka menunduk saat berbicara.”

Maretta: “Tadi di jam istirahat, kami berdua dan Sindy berusaha mendekatinya. Kami mengobrol cukup lama, ia anak yang baik kok, hanya saja ia seperti agak kurang percaya diri dan muram.”

Bu Guru: “Hmm… begitu ya. Anak-anak, Irvan adalah salah satu korban selamat tragedi tsunami beberapa bulan yang lalu. Kedua orang tuanya tewas terhempas ombak. Sebelumnya ia tinggal Aceh kemudian pindah kesini di rumah kerabatnya. Kini ia dan adik perempuannya, Annisa tinggal bersama pamannya . Annisa masih duduk di kelas 4 SD, di SD V kota kita ini.”

Maretta: “Ya Tuhan, sungguh berat cobaan yang menimpanya…”

Bu Guru: “Iya. Untungnya, seorang pamannya tinggal di Purwodadi sehingga ia dan adiknya tinggal di sini. Mereka tergolong masyarakat prasejahtera, sehingga Irvan benar-benar harus berhemat. Pamannya berkata pada Ibu tadi pagi, ia tak mampu memberi uang jajan yang cukup untuk Irvan sehingga Irvan harus bekal nasi setiap hari agar tidak lapar di sekolah.”

Danang : “Oh pantas saja tadi jam istirahat ia tidak ke kantin.”

Bu Guru: “Ya sudah, Ibu cuma mau bilang begitu. Kalian berbaik-baiklah dengannya. Temani dia agar tak merasa kesepian dan terus berduka.”
[Maretta dan Danang pamit kemudian pulang]

Di rumahnya, Danang terus menerus memikirkan teman barunya, Irvan. Akhirnya ia mendapatkan suatu ide. Dikabarkannya Sindy dan Maretta melalui Whatsapp. Keesokan harinya di jam istirahat….

Danang :“Eh, kalian membawa apa yang aku bilang kemarin, kan?”

SIndy : “Bawa dong. Ayo kita dekati Irvan.”

Maretta: “Irvan, bolehkah kami bertiga makan bersamamu?”

Irvan: [kikuk dan kebingungan] “Eh, um.. boleh saja..”

Danang, Sindy dan Maretta mengeluarkan bekal makanan mereka. Ketiganya juga membawa makanan camilan untuk dimakan bersama-sama, tentu saja Irvan juga kebagian. Dengan makan bersama setiap hari, mereka berharap bisa membuat Irvan lebih ceria. Setelah makan…

Irvan: “Terima kasih, teman-teman. Kalian sangat baik kepadaku.”

Sindy: “Kamu ini bicara apa, sih? Kita kan teman, wajar saja jika kita saling bersikap baik.”

Sejak saat itu Irvan menjadi semakin kuat karena mendapat dukungan dari teman-teman barunya. Siswa-siswi lain di kelas itu pun banyak yang bergabung membawa bekal untuk dimakan bersama-sama pada jam istirahat, dan suasana kian terasa menyenangkan.

Post a Comment

0 Comments