Cerita Cece dan Titi
( Cerita dari Tiongkok )
Pada jaman dahulu kala di negeri Tiongkok, ada sepasang adik kakak yang setiap hari pulang pergi sekolah berdua. Sang kakak bernama Ce Ce, si adik bernama Ti Ti. Mereka berbeda 3 tahun. Dan suatu hari di perjalanan pulang sekolah, melewati sebuah warung, Ce Ce melihat di warung itu dijual sejenis kue dan ingin membelinya. Karena tidak punya uang, Ce Ce mencuri uang ayahnya dari laci dan pergi membeli kue tersebut dan memakannya sendiri.
Ketika sang ayah pulang dari bekerja, sang ayah menjadi sangat marah ketika melihat uangnya di laci hilang. Bertanya kepada istrinya apakah mengambil uang di laci. Tetapi istrinya tidak mengambil. Bertanya kepada Ce Ce, tetapi Ce Ce mengaku tidak mengambil. Sang ayah lalu berkata “Kalau begitu pasti Ti Ti”. Tetapi Ti Ti juga berkata bukan dia yang mengambil.
Ayah menjadi berang, mengambil rotan dan memanggil kedua anaknya. “Kalau tidak ada dari kalian yang mengaku, saya akan memukul kalian berdua”. Ayah bersiap-siap memukul sang kakak. Melihat itu, Ti Ti langsung berkata “Ayah, bukan Ce Ce yang mengambil uang itu, tetapi aku”. Ayah pun marah, “Kamu kecil-kecil sudah mencuri, kalau sudah besar mau jadi apa? Bagaimana kamu bertanggung jawab terhadap hidupmu sendiri?”.
Dan Ti Ti pun dipukul. Sang kakak langsung memeluk adiknya dan menangis karena pengorbanan adiknya. Ti Ti berkata, “Sudah kak, tidak apa-apa, sudah berlalu”.
6 tahun kemudian, sang kakak sebentar lagi akan tamat SMA dan menuju perguruan tinggi dan adik akan naik ke SMP. Suatu hari Ti Ti mendengar kedua orang tuanya sedang berbicara, “Bagaimana ini, kedua anak kita prestasinya bagus di sekolah. Ce Ce sebentar lagi masuk perguruan tinggi, tapi kita tidak punya cukup uang untuk menyekolahkan dia sampai ke perguruan tinggi”.
Mendengar itu, Ti Ti berkata kepada ayahnya “Ayah, saya tidak perlu sekolah, uangnya untuk sekolah kakak saja”. Ayah marah, “Kamu, anak laki-laki kalau tidak sekolah mau jadi apa, bagaimana mau menghidupi keluarga nanti?”.
Keesokan harinya, Ti Ti membawa barang-barangnya pergi dari rumah dan meninggalkan sebuah surat yang isinya “Ayah, biarlah kakak melanjutkan sekolahnya. Saya akan pergi ke kota untuk menjadi buruh, dan uangnya akan saya kirimkan untuk membantu biaya sekolah kakak”. Sekali lagi Ce Ce menangis terharu karena pengorbanan adiknya.
Suatu hari saat masih tinggal di asrama sekolah, teman sekamar Ce Ce memberitahu bahwa ada pembantunya dari kampung yang mencarinya. Ce Ce bertanya-tanya dalam hati “Siapa yang datang ya? Saya tidak punya pembantu”. Ternyata yang datang adalah Ti Ti. “Ti Ti, kenapa kamu bilang kamu pembantu, kamu kan bukan pembantu, kamu adikku”. Si adik menjawab, “Tidak kakak, badan aku kotor, kulitku gelap, kalau aku bilang aku adikmu, nanti kakak akan dicemooh oleh teman-teman kakak”. Sekali lagi kakak menangis melihat pengorbanan adiknya.
Si adik berkata “Kak, aku kerja lembur dan mengumpulkan uangnya untuk membelikan bros ini untuk kakak. Aku lihat gadis-gadis kota banyak yang memakainya. Kakak pasti cantik sekali memakai ini”. Kakak menangis lagi.
Cerita berlanjut dan Ce Ce sekarang mempunyai pacar. Ce Ce mengirimkan surat ke rumah dan berkata akan pulang ke rumah pada liburan akan datang bersama dengan pacarnya. Ce Ce meminta orang tuanya untuk membersihkan rumah supaya tidak malu ketika pacarnya berkunjung. Dan hari itu pun datang. Ketika pacarnya pamit pulang, dia berkata kepada Ce Ce, “Orang tuamu baik sekali dan baik hati. Dan meskipun rumahmu sederhana, tapi rapi dan bersih sekali. Saya senang bisa berkunjung ke rumahmu”. Ce Ce bahagia sekali mendengarnya dan bersujud dan mencium kaki kedua orang tuanya, “Terima kasih ayah ibu telah merapikan dan membersihkan rumah untuk menyambut kedatangan pacarku”. Sang ibu berkata, “Bukan kami yang membersihkan rumah, lihat itu di kamar, adikmu bersembunyi karena badannya kotor sekali, dia yang mengecat seisi rumah ini dan tangannya terluka ketika membersihkan kaca”. Sekali lagi kakak menangis terharu karena pengorbanan adiknya.
Tidak lama kemudian, Ce Ce menikah dan ingin mengajak Ti Ti bekerja di perusahaan suaminya sebagai manager. Ti Ti menolak, “Jangan kak, aku ini tidak berpendidikan nanti memalukan kakak, nanti kakak dipandang rendah oleh keluarga suami. Biarlah aku disini menjaga orang tua kita dan kakak hidup bahagia bersama suami”. Lagi-lagi kakak terharu mendengar pengorbanan adiknya.
Suatu hari, Ti Ti pun menikah. Di pesta pernikahan, seperti biasa pembawa acara mencoba mengolok-olok pasangan pengantin baru tersebut. “Ti Ti, sekarang kamu sudah menikah, di antara orang tua, kakak dan istrimu, siapa yang paling kamu sayangi?”. Dengan tegas Ti Ti menjawab “KAKAKKU”. Semua orang heran, kakak pun heran mendengar jawaban adiknya. Pembawa acara “Ada orang tua, kakak, istri, kenapa kamu cuma sayang sama kakakmu?”.
Ti Ti bercerita, “Suatu hari waktu aku berusia 7 tahun, karena aku nakal, sarung tanganku yang sebelah kanan hilang. Jadi di perjalanan pulang sekolah, tanganku kedinginan. Lalu kakak meminjamkan sarung tangannya kepadaku, jadi tanganku tidak kedinginan lagi. Sampai di rumah, waktu mau makan, saya melihat tangan kanan kakak beku sampai-sampai tidak bisa memegang sumpit untuk makan. Sejak itu aku bersumpah tidak akan membiarkan kakakku hidup menderita’.
Sang kakak menangis sangat terharu mendengar cerita itu. Tujuh kali aku menangis untuk adikku.
Ini adalah cerita yang sangat menyentuh tentang adik kepada kakanya, semoga kita bisa mengambil pelajaran dari cerita tersebut. Terima kasih telah berkunjung di blog saya
0 Comments